Bandung, elangmautonline,com. Kasus penganiayaan oleh oknum Satpol PP terhadap seorang wanita pemilik warung kopi yang diduga hamil memasuki cerita baru . Pemilik warung kopi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan itu disebut tidak hamil oleh petugas medis.
Hal ini berawal ketika Riana menjalani perawatan di Rumah Sakit Thalia, Panciro, Kecamatan Bajeng, Kamis (15/7/2021).
Wanita korban pemukulan Satpol PP Gowa Sulawesi Selatan pada Rabu (14/7) malam itu bernama Amriana. Pengakua Amriana berkaitan dengan kondisi kehamilan. Perutnya kembang kempis, kadang membesar tapi kadang juga kecil lagi.
Amriana memang menegaskan jika kehamilannya tidak bisa dibuktikan melalui tes medis ataupun pemeriksaan dokter. Dia yakin hamil karena beberapa bulan yang lalu dia juga sempat merasakan tanda-tanda kehamilan dan memeriksakan diri ke seorang tukang urut.
“Itu hari perutku memang agak sedikit sakit karena memang sudah lama tidak pernah haid, terus semacam sakit jam 5 subuh lewat, langsung ke tukang urut, terus memang ada (ciri-ciri hamil). Karena saya memang selama hamil memang tidak pernah USG, iya (ke tukang urut saja),” kata Amriana saat ditemui detikcom di RS Ibnu Sina, Makassar, Jumat (16/7/2021).
Dia mengaku mendapat kabar bahwa dirinya hamil dari mulut seorang tukang urut. Kepala Bidang Komunikasi Kabupaten Gowa Arifuddin Zaeni memastikan bahwa Amriana tidak hamil. Amriana mengaku bahwa kehamilannya tidak bisa dibuktikan secara medis.
“Jadi saya kalau ke dokter memang tidak bisa (dibuktikan hamil), tidak dapat,” kata Amriana. Amriana menolak tes USG. Alasannya, kondisinya belum stabil usai insiden pemukulan oleh Satpol PP Gowa.
Pihak pengacara Amriana, Ari Dumais, mengatakan hamil atau tidaknya korban tak ada hubungannya dengan aksi penganiayaan. Ari Dumais pun mengaku sempat mencari oknum dokter yang memaksanya melakukan pemeriksaan kandungan.
UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Pasal 14.
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.