Elang Maut Indonesia – LBH Elang Maut indonesia menjadi penasehat hukum salah satu terdakwa dalam kasus yang diungkap oleh Polda Sumut. Kasus sindikat pemalsuan dokumen kendaraan bermotor yang diungkap Polda Sumut pada Maret 2025 lalu, kini mulai memasuki tahap persidangan. Namun muncul kekhawatiran publik bahwa proses hukum atas kasus besar ini akan dijalankan secara parsial, dengan menyisihkan sebagian pelaku atau barang bukti dari pertanggungjawaban hukum.
Seperti diketahui, Polda Sumut telah menetapkan 11 tersangka, menyita 25 unit mobil, serta mengungkap jaringan sindikat pemalsuan dokumen kendaraan yang beroperasi lintas provinsi. Tersangka utama, Janfrisa Sembiring alias JS, diamankan sebagai pembuat dokumen palsu, sementara 10 lainnya memiliki peran beragam: mulai dari perantara, distributor, hingga pemesan.
Persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Medan ( 03/09/25 ) sudah masuk ke persidangan ke tujuh kali, namun masih ditunda oleh Majelis Hakim karena persidangan yang dilakukan secara online, tidak berjalan dengan lancar, karena terganggu sistem elektroniknya.
Persidangan yang tiba -tiba dilakukan secara online, tanpa pemberitahuan kepada pihak Penasehat Hukum tersebut membuat LBH Elang Maut Indonesia merasa kecewa. Tadinya Penasehat Hukum akan menolak persidangan tersebut, namun terlebih dahulu dibatalkan dan ditunda oleh Majelis Hakim.
Atas proses Persidangan yang tidak profesional, mulai dari awal persidangan sampai dengan persidangan ketujuh tersebut Pembina LBH Elang Maut Indonesia yang juga sebagai Pendiri yakni Bapak Benny F Surbakti, S.H, M.H juga menyampaikan rasa kecewa dan prihatin atas proses penegakan hukum yang dilakukan asal-asalan, tidak berpedoman kepada KUHAP. Berikut Penjelasan Benny F Surbakti, S.H, M.H, yang juga aktif memberikan edukasi hukum kepada masyarakat melalui media sosial.
BACA JUGA : Darurat Militer, Dasar Hukum
Dalam sistem hukum pidana Indonesia, terdakwa memiliki kedudukan penting yang wajib dilindungi hak-haknya. Prinsip ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UUD 1945, serta Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Tujuannya jelas: agar terdakwa tidak diperlakukan sewenang-wenang dan tetap mendapatkan kesempatan membela diri secara adil.
Hak-Hak Terdakwa yang Dijamin Hukum
Beberapa hak penting yang dimiliki terdakwa dalam persidangan pidana antara lain:
Praduga Tak Bersalah – Terdakwa dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Mendapatkan Dakwaan yang Jelas – Terdakwa berhak mengetahui isi surat dakwaan agar dapat menyiapkan pembelaan.
Didampingi Penasihat Hukum – Setiap terdakwa berhak didampingi pengacara. Bagi yang tidak mampu, negara wajib menyediakan penasihat hukum gratis.
Membela Diri – Hak untuk mengajukan pembelaan (pledoi) baik sendiri maupun melalui penasihat hukum.
Menghadirkan Saksi dan Ahli – Terdakwa berhak menghadirkan saksi atau ahli yang meringankan posisinya.
Tidak Dipaksa Memberikan Keterangan – Hak untuk menolak menjawab pertanyaan yang memberatkan diri sendiri.
Menggunakan Bahasa yang Dimengerti – Bila tidak memahami bahasa Indonesia, terdakwa berhak atas penerjemah.
Mengajukan Upaya Hukum – Termasuk banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Perlakuan Manusiawi – Terdakwa tidak boleh diintimidasi, disiksa, atau ditekan secara fisik maupun psikis.
Mendapat Putusan yang Jelas – Hakim wajib menjatuhkan putusan disertai alasan hukum yang transparan.
Persidangan Pidana Tidak Boleh Online
Dalam praktik belakangan ini, muncul perdebatan mengenai persidangan pidana secara online. Meski dianggap efisien, persidangan daring dinilai berpotensi melanggar hak-hak terdakwa.
Beberapa alasan mengapa persidangan pidana seharusnya tidak dilakukan secara online antara lain:
Membatasi komunikasi langsung antara terdakwa dengan penasihat hukumnya, sehingga mengurangi efektivitas pembelaan.
Melemahkan asas keterbukaan karena publik tidak sepenuhnya bisa mengawasi jalannya persidangan.
Berisiko teknis seperti gangguan jaringan atau manipulasi tampilan digital yang dapat merugikan terdakwa.
Mengurangi kewibawaan sidang karena terdakwa tidak dihadapkan langsung di muka hakim sebagaimana diamanatkan KUHAP.
Para pakar hukum berpendapat, sidang online hanya bisa dijalankan pada perkara perdata atau administratif. Namun untuk perkara pidana, terutama yang menyangkut kebebasan seseorang, persidangan wajib dilakukan secara langsung (tatap muka) demi menjaga prinsip fair trial.
Menjaga Due Process of Law
Hak-hak terdakwa bukan sekadar formalitas hukum, melainkan bagian dari prinsip due process of law. Bila hak ini dilanggar, putusan pengadilan bisa cacat hukum meski terdapat bukti yang memberatkan.
Karena itu, pengadilan, jaksa, dan aparat penegak hukum lainnya harus memastikan persidangan berjalan sesuai aturan, menghormati martabat terdakwa, dan tidak mengorbankan keadilan demi efisiensi semata.