Elang Maut Indonesia – Jakarta — Putusan perceraian pasangan publik figur Baim Wong dan Paula Verhoeven yang dibacakan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada 16 April 2025 memicu polemik tajam di masyarakat. Meski perceraian keduanya secara resmi dikabulkan dan hak asuh anak ditetapkan secara bersama, isi putusan yang bocor ke publik dinilai sarat kejanggalan dan pelanggaran etika peradilan.
Tudingan Perselingkuhan dan Sebutan “Istri Durhaka”
Dalam salinan putusan yang beredar luas di media sosial, Paula Verhoeven disebut terbukti melakukan perselingkuhan. Lebih lanjut, majelis hakim menggunakan istilah “istri durhaka” dalam pertimbangan hukumnya. Pilihan diksi tersebut dinilai tidak pantas dan mencederai martabat perempuan dalam ruang peradilan, apalagi untuk perkara yang seharusnya diputus secara objektif dan adil.
Tudingan ini menimbulkan spekulasi dan perdebatan publik mengenai perlindungan perempuan di hadapan hukum serta netralitas majelis hakim dalam perkara perceraian publik figur.
Isu Kesehatan Pribadi Diseret ke Persidangan
Polemik semakin dalam ketika isi putusan juga menyebutkan bahwa Paula pernah dinyatakan positif HIV sebelum menikah. Informasi yang seharusnya bersifat sangat pribadi dan dilindungi oleh etika medis justru diungkap dalam dokumen pengadilan.
Banyak pihak menganggap hal ini sebagai pelanggaran serius terhadap privasi dan tidak relevan dengan pokok perkara perceraian. Aktivis hak privasi dan sejumlah pengamat hukum menilai bahwa penyebutan kondisi kesehatan tersebut tidak memiliki urgensi hukum dan berpotensi merugikan pihak terkait, termasuk anak-anak mereka.
BACA JUGA : Publik Desak Penuntasan Tuntas Kasus Sindikat Dokumen Palsu
Hotman Paris dan Ahli Hukum Soroti Kejanggalan
Pengacara senior Hotman Paris Hutapea ikut angkat bicara. Ia menyebut sejumlah kejanggalan dalam proses dan substansi putusan, termasuk bagaimana putusan yang dilakukan melalui sistem e-court justru bocor ke publik dengan narasi yang sangat detail dan tendensius. Beberapa ahli hukum bahkan menyebut bahwa putusan tersebut layak diaudit oleh Komisi Yudisial karena mengandung potensi pelanggaran kode etik hakim.
Tuntutan Reformasi Etika Peradilan
Kasus ini menjadi preseden penting mengenai perlunya reformasi dalam prosedur peradilan, terutama pada perkara-perkara yang melibatkan publik figur. Masyarakat menuntut agar peradilan tidak menjadi panggung penghukuman sosial, melainkan forum penyelesaian sengketa yang adil, beretika, dan menjaga martabat para pihak.
BACA JUGA : Vonis Sudah Inkracht, Tapi Silvester Matutina Belum Dieksekusi
Putusan cerai Baim Wong dan Paula Verhoeven kini menjadi sorotan nasional. Dari tudingan perselingkuhan hingga isu HIV yang dipublikasi, berbagai elemen dalam putusan ini telah memunculkan pertanyaan besar tentang keadilan, etika, dan netralitas lembaga peradilan. Publik berharap agar lembaga pengawasan peradilan dapat turun tangan memeriksa prosedur dan isi putusan ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi proses hukum ke depan.